angga juner

angga juner

Jumat, 18 Desember 2009

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Mineral

Mineral adalah sebagian besar zat-zat yang ada dalam bumi dan terbentuk dari persenyawaan organik dan anorganik, mengandung sifat-sifat fisik dan kimia tertentu.

a. Sifat-sifat Fisik Mineral

Dalam pengenalan mineral yang harus diperhatikan adalah sifat-sifat lain seperti sifat magnet, optik dan radioaktif. Adapun sifat-sifat fisik dari mineral yang penting yaitu :

1. Color ( warna )

Warna yang dipantulkan mineral terdapat bermacam- macam, ini tergantung dari panjang gelombang sinar yang dipantulkannya. Seorang ahli mineralogy bernama Qorner membagoi atas 7 macam warna dasar mineral yaitu putih, abu-abu, hitam, biru, hijau, kuning, merah dan coklat. Beberapa mineral memounyai warna yang tetap seperti kuning, sulfur; kemera-merahan (pink). Yang menyebabkan perubahan warna dasar adalah banyak sedikitnya impuritis (kotoran), baik berupa unsur, atau campurannya yang terkandung dalam mineral tersebut.

2. Cleavage ( belahan )

Apabila suatu mineral mendapat tekanan yang melampaui batas elastisnya maka mineral itu akan pecah. Cleavage merupakan tendensi pecahnya mineral menurut batasan tertentu sepanjang permukaan yang tertentu, atau dengan kata lain, jika pecahnya mineral mengikuti permukaan yang sesuai dengan struktur kristalnya akan memperlihatkan suatu cleavage. Ini merupakan hasil dari bentuk atom dari reguler layers, dimana kohesi yang lebih lunak akan merupakan garis dengan yang lainnya.

Arah dari cleavage ini dapat ditentukan dengan ; 1 arah, 2 arah, 3 arah, dan 6 arah ( sodalite ). Pada mica misalnya dikatakan flakey atau berlapis-lapis, serpih yang mempunyai 1 arah atau single direction. Cleavage dapat dibagi atas bagus tidaknya permukaan bidang cleavagenya :

1. Perfect (sempurna), bidang cleavage sangat rata.

2. Good (baik), bidang cleavage rata, tapi tidak sebaik perfect, masih dapat pecah pada arah lain.

3. Distinct (jelas), bidang cleavage jelas tapi tidak begitu rat dan dapat pecah pada arah lain dengan mudah.

4. Indistinct (tidak jelas), dimana kemungkinan untuk membentuk cleavage dan facture adalah sama besar.

3. Fracture ( pecahan )

Fracture merupakan bentuk halus atau kecil dari permukaan mineral sesudah pecah pada mineral massive yang beraturan. Fracture dapat menjadi cochoidal (pecahan berbentuk kulit kerang), even (mendekati rata), uneven (pecahannya kasar), hackly (tajam), dan earthy (halus).

4. Streak ( goresan )

Pada masalah sterak (goresan) ini yang diperhatikan adalah warna daripada bubuk atau tepung hasil goresan suatu mineral. Hasil goresan ini bisa didapatkan diatas plat, dimana mineral digoreskan pada plat dan biasanya mineral digoreskan pada permukaan patahan porselen. Tiap-tiap mineral akan memberikan warna goresan yang berbeda. Contoh : dullred, cinabar; kuning limonite; indian red, hematite.

5. Luster ( kilap )

Kilap dari mineral merupakan sinar pantulan dari permukaan mineral yang diterima oleh mata manusia. Perbedaan panjang gelombang sinar ini menimbulkan perbedaan dari luster. Pembagian besar dari kilap ini adalah kilap logam ( metalic luster ) dan kilap bukan logam ( non metalic luster ). Mineral yang mempunyai kilap logam seperti emas, perak, timah hitam, tembaga, aluminium, dll. Mineral-mineralnya mempunyai kilap opak ( opaque ). Bila mineral ini di tumbuk halus maka warna tepungnya akan lebih gelap ( hitam ).

Ada beberapa mineral yang mempunyai kilap antara kilap logam dan bukan logam, yang disebut submetalic luster. Kilap bukan logam dibagi lagi atas beberapa kilap. Mineral yang mempunyai kilap bukan logam bila diasah tipis akan transparan, dan bila ditumbuk warna tepungnya akan lebih muda ( putih )= lighter dari mineral aslinya.

Pembagian kilap bukan logam (non metalic luster ).

1. Adamantine luster, merupakan kilap intan, Contoh: diamond, zircon.

2. Vitroous luster adalah kilap kaca pecah., contoh: quartz, obsidian.

3. Resinous luster adalah kilap kuning damar, contoh:sulphur, realgar.

4. Greasy luster merupakan kilap glase yang berminyak. Kilap ini mendekati kilap resinous. Contoh : graphite, cryolite, scheolite.

5. Pearly luster adalah kilap mutiara, bila bersatu dengan sub metallic disebut metallic pearly, misal hypersthene. Contoh: mica, calcite.

6. Silky luster: kilap sutera mineral yang berserabut, contoh: gypsum.

7. Earthy luster: kilap guram ( dull )/tanah. Contoh : bauxite, kaoline.

6. Hardness ( kekerasan )

Kekerasan dari mineral diartikan sebagai daya tahan mineral terhadap goresan ( scraching ) pada permukaannya, atau ketahanan terhadap abrasi. Seorang ahli mineralogi bernama Triedrich Mohr pada tahun 1822, tingkatan dari kekerasan secara relatif ( scale of relatif ) atau sering disebut dengan skala Mohs yang dimulai dengan talc dengan kekerasan 1 dan diakhiri dengan Diamond (intan) dengan kekerasan 10.

Tingkatan kekerasan ini tidak menunjukkan suatu kekerasan kepastian, jadi kekerasan 9 ( curondum ) kekerasannya tidak sama dengan 3 kali kekerasan 3 ( calcite ).

Dengan kata lain bahwa mineral yang mempunyai kekerasan lebih tinggi akan mendapat menggores mineral yang mempunyai kekerasan lebih rendah. Misalnya apatite akan dapat menggores mineral yang mempunyai fluorite sampai talc. Untuk dapat mengirakan kekerasan mineral sewaktu-waktu atau di lapangan dapat diberikan pembatasan sebagai berikut :

Kekerasan dibawah, 2 ½ dapat digores dengan kuku jari.

3 dapat digores dengan mata uang logam.

5 ½ dengan mata pisau, kaca jendela.

6 ½ dengan kikir baja ( steel file ).

7. Specific Gravity ( berat jenis )

Berat jenis ini biasanya diukur di laboratorium, di mana berat mineral dibandingkan dengan berat air murni. SG digunakan untuk membedakan mineral yang mungkin kelihatannya sama, tapi berbeda berat jenisnya, misal antara hematite dan magnetite. Sifat-sifat lainnya:

1. Magnetis, misalnya magnetite, bisa tertarik besi magnet.

2. Malleable, sifatnya bila ditumbuk bisa sampai pipih, misal emas dan perak murni, tembaga.

3. Flexible, elastic, pada mineral mica.

4. Radioactive, diukur dengan alat Geiger Counter, uranite, carnotite.

5. Sectile, adalah mineral yang dapat dipotong dengan pisau tanpa menjadi tepung dan bila dipukul dengan palu akan menjadi tepung, misalnya , mineral gypsum.

6. Brittle, bila bagian-bagian dari suaatu mineral akan terpisah menjadi tepung atau butir-butir diwaktu diasah atau dipotong, misalnya calcite.

7. Opalescence dan Iridescence merupakan permainan warna dari mineral. Opalescence merupakan pantulan seperti mutiara atau susu ( pearly or milky ) dari dalam specimen, misal opal dan dalam mata kucing. Tridescence berarti menunjukkan seperti warna prisma.

8. Asterism, bila kelihatan cahaya seperti sinar bintang yang aneh keluar dari dalam mineral. Pada sapphire kelihatan sinar refleksi sebanyak 7 sinar bintang yang dapat diteliti dengan seksama.

9. Fluorescence, dari dalam suatu benda akan mengeluarkan cahaya yang merupakan pemancaran sinar langsung.

10. Phosporescence, merupakan pengeluaran cahaya yang bersambung dari fluorescence, tetapi tidak sama dengan menyala.

b. Brightness Of Surface atau Degree Of Luster

Ini merupakan intensitas dari pada kilap. Maka dapat dibedakan atas tingkatan dari intensitasnya :

§ Splendent, mempunyai refleksi yang sangat indah sekali dengan briliancy dan memberikan batasan bayangan yang baik, misal pada mineral hematit, cassiterite.

§ Shining, dimana refleksinya menghasilkan suatu gambaran, tetapi tidak memberikan suatu batasan yang baik, misalnya celastite.

§ Glimnering, menghasilakn imperfect refleksi dan kelihatan titik- titik pada seluruh permukaan, misal batu api ( flint ).

§ Glistering, menghasilkan refleksi umum pada permukaan, tetapi tidak ada gambaran ( image ).

§ Dull, suatu mineral dikatakan dull apabila tidak ada sama sekali mempunyai kilap, misal kapur tulis, kaoline.

c. Penggolongan Mineral

a) Penggolongan mneral menurut Berzolxus :

1. Native element.

2. Silpmides ( termasuk sulpnosalt )

3. Oxide dan hydroxides

4. Kalydes

5. Carbonates, nitrates, borates, iodates

6. Sulphates, chrometes, molybdates, tungstates

7. Phosphat, arsetates, vanadates

8. Silicates

b) Penggolongan mineral menurut komposisi kimia :

1. Golongan unsur

2. Golongan sulfida

3. Golongan halogen

4. Golongan oksida

5. Golongan karbonat

6. Golongan sulfar

7. Golongan fosfat

8. Golongan silikat

9. Golongan organogen

II.1. Kristal

a. Sistem Kristal

Menentukan system kristal adalah langkah pertama dalam mendeterminasikan suatu kristal. Untuk dapat menentukan system dari suatu kristal, maka diperlukan suatu sumbu salib kristal. Ini berarti bahwa kita dalam meletakkan kristal pada sumbu salib dimana pusat kristal diletakkan menempel atau berimpit dengan titik potong dari salib sumbunya.

Sumbu-sumbu horizontal dari salib-salib sumbu pada a, b, dan c diletakkan pada bidang kristal horizontal dan sumbu c terletak tegak lurus bidang tersebut. Maka dari cara-cara meletakkan sumbu-sumbu ini akan didapatkan orde yang berbeda dari lukisan proyeksi kristal. Setelah kita meletakkan sumbu salib pada kristal, maka akan terlihat perbandingan dari sumbu-sumbu dari salib sumbu yang akan terpotong oleh bidang-bidang kristal (perluasannya). Berdasarkan perbandingan dari sumbu-sumbu salib yang terpotong ini maka akan dapat ditentukan atau didapat bermacam-macam system kristal. Kristal dapat digolongkan menjadi 6 golongan, yaitu:

1. Sistem Isometrik

a. Perbandingan ketiga salib sumbu sama panjang atau a = b = c

b. Ketiga sumbu interaxial angle adalah 90o

c. Sumbu a, b, c saling tegak lurus.

2. Sistem Tetragonal

a. Perbandingan dua sumbu horizontal sama panjang atau a = b tetapi sumbu ketiga tidak

b. Ketiga sumbu interaxial angle = 90o

c. Sumbu pada a, b horizontal, sedangkan c tegak lurus a dan b

3. Sistem Orthorhombik (Rhombik)

a. Perbandingan ketiga sumbu tidak sama panjang

b. Ketiga sumbu interaxial angle 90o

c. Sumbu a, b horizontal sedangkan c tegak lurus a dan b

4. Sistem Monoklin

a. Perbandingan ketiga sumbu tidak sama panjang

b. Dua sumbu interaxial angle = 90o dan sumbu ketiga tidak 90o

c. Sumbu b horizontal dan sumbu c tegak lurus sumbu b, sumbu a tidak tegak lurus c dan b

5. Sistem Triklin

a. Perbandingan ketiga sumbunya tidak sama panjang

b. Ketiga sumbu interaxial angle tidak 90o

6. Sistem Hexagonal dan Trigonal

a. Terdapat empat buah sumbu dimana perbandingan dari tiga buah sumbu yang horizontal sama panjang dan sumbu keempat tidak.

b. Ketiga interaxial angle = 120o

c. Sumbu c tegak lurus sumbu a, b, dan d.

Untuk membedakan antara system hexagonal dan trigonal adalah dengan melihat harga elemen simetri kristal itu, bila terdapat sumbu simetri berharga 6 (Ax-6) melalui sumbu vertical ©, maka dinamakan system hexagonal, sedangkan bila bernilai 3 (Ax-3) dinamakan trigonal.

b. Elemen Simetri

Elemen simetri disebut juga unsur-unsur simetri yang terkandung dalam kristal yang dapat menentukan klas suatu kristal, terdiri dari :

1. Bidang Simetri (Planes Of Symetri)

Bidang simetri adalah bidang yang dapat membagi dua kristal menjadi dua bagian yang sama besar, dimana kedua bagian tersebut saling mencerminkan satu sama lain yang dapat ditulis (-Xl . P), berarti bidang simetri mempunyai dua syarat, yaitu:

a. Membagi kristal dalam dua bagian sama besar

b. Bagian itu saling mencerminkan satu sama lain.

Selain itu juga ada yang disebut bidang simetri khayal, dimana bidang itu membagi kristal menjadi dua bagian yang sama besar tetapi keduanya tidak saling mencerminkan satu sama lainnya. Yang dimaksud dengan mencerminkan adalah bila melalui titik itu ditarik garis tegak lurus pada bidang simetri maka garis ini akan menembus bidang kristal yang dihadapannya dengan jarak yang sama terhadap titik itu.

2. Sumbu Simetri (Axis Of Symetri)

Sumbu simetri adalah garis khayal yang kita tarik melalui pusat kristal dan melalui garis ini diputar 360o dengan bentuk yang teratur (harmonis). Sumbu simetri dapat ditarik melalui salib sumbu pertengahan sisi bidang kristal. Sumbu simetri terbagi 4, yaitu :

a. Sumbu simetri berharga dua.

Bila kristal diputar 180o akan kembali seperti awal perputaran.

b. Sumbu simetri berharga tiga.

Bila kristal diputar 120o akan kembali seperti awal perputaran

c. Sumbu simetri berharga empat

Bila kristal diputar 90o akan kembali seperti awal perputaran

d. Sumbu simetri berharga enam

Bila kristal diputar 60o akan diputar kembali seperti awal perputaran.

3. Titik Simetri

Semua kristal dikatakan mempunyai titik simetri bila titik pada bidang kristal dihubungkan dengan satu garis lurus ke pusat kristal, maka garis lurus itu akan menembus pada bidang kristal di depannya dengan jarak yang sama.

c. Bentuk dan Indices

Bentuk kristal dapat juga dikatakan sebagai nama dari suatu kristal. Bentuk dan indices memegang peranan penting dalam pendeterminasian suatu kristal.

1. Bentuk Kristal

a) Bentuk umum, adalah bentuk yang sudah dikenal seperti :

1) Kubus, mempunyai enam buah bidang sama besar tegak lurus.

2) Prisma, bidang kristal sisi adalah bidang tegak dan bagian atas ditutupi oleh bidang sejajar sumbu horizontal.

3) Pyramid, dimana bidang-bidang sisi kristal aakan bertemu di suatu titik pada sumbu c.

4) Sphenoid, terdiri dari empat bidang dan atas bawah berbentuk baji.

5) Scalenohedron, terdiri dari 12 bidang, setiap bidang akan merupakan scaleno triangle.

6) Trapezohedron, bidang kristal yang berbentuk mirip trapezium.

7) Rhombohedron, terdiri dari 6 bidang yang memiliki bentuk jajaran genjang.

8) Pentagonal icositetrahedron, terdiri dari 24 buah bidang yang berbenuk segi lima.

b) Bentuk yang didasarkan jumlah dari bidang yang ada pada kristal :

1) Octahedron, kristal yang memiliki 8 bidang

2) Dodecahedron, kristal yang memiliki 12 bidang

3) Tetrahexahedron atau tetrakishexahedron, terdiri dari 24 bidang dengan bentuk asal kubus.

4) Trisoctahedron, perubahan dari octahedron jadi hexaoctahedron yang memiliki 48 bidang

5) Pyritohedron, terdiri dari 12 bidang, mmpunyai bentuk segi lima.

6) Diploid, terdirirdari 224 bbidang yang berbentuk trapezium.

7) Tetrahedron, terdiri dari 4 bidang.

8) Trigonal tristetrahedron, terdiri dari 12 bidang yang bentuk asalnya tetrahedron.

c) Bentuk Khusus

1) Basal (base) pinacoid, bidang sejajar dengan 2 sumbu horizontal.

2) Prisma, kristal yang mempunyai bidang yang tegak terhadap sumbu c dan memotong sumbu yang lain.

3) Bila bidang yang sejajar terhadap satu sumbu yang horizontal maka merupakan atapnya (dome).

2. Indices

Indices adalah perbandingan sumbu panjang sumbu salib yang dipotong oleh bidang kristal dihadapannya, atau perbandingan pada perpotongan perluasan bidang kristal dengan sumbu kristal. Tiap-tiap bidang yang dimiliki oleh kristal mempunyai indices sendiri, indices merupakan suatu petunjuk dari bentuk kristal yang bersangkutan. Pada umumnya indices petunjuk adalah indices kristal yang memotong sumbu-sumbu positif, kecuali pada bentuk basalt dan pinacoid.

d. Proyeksi Kristal

Lukisan proyeksi dari suatu kristal yaitu melukiskan proyeksi dari semua elemen simetri. Bidang kristal dan sumbu salib. Lukisan elemen simetri, bidang kristal dan sumbu salib terlukis dalam bentuk symbol. Untuk melukis proyeksi dari suatu kristal dikenal 2 cara, yaitu :

1. Lukisan proyeksi stereografi (Stereography Projection)

2. Lukisan proyeksi Gnomonik (Gnomonic Projection)

Kedua cara ini menggunakan proyeksi bola. Proyeksi bola berarti bahwa titik tembus garis dari pusat kristal tegak lurus pada semua kristal. Titik tembus ini disebut suatu proyeksi dari bidang kristal pada bola.

PENGENALAN MINERAL GYPSUM

PRAKTIKUM KRISTALOGRAFI DAN MINERALOGI

Dibuat untuk memenuhi syarat mengikuti praktikum kristalografi

dan mineralogi pada jurusan Teknik Pertambangan

Oleh

Anggha putra Pratama

(53081002063)

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

FAKULTAS TEKNIK

2008

PENGENALAN MINERAL LIMONIT

PRAKTIKUM KRISTALOGRAFI DAN MINERALOGI

Disetujui untuk Jurusan Teknik Pertambangan oleh Asisten :


USTQO

PENGENALAN GYPSUM

ABSTRAK

(Anggha Putra Pratama, 2009, 28 halaman)

Berangkat dari pemikiran bahwa Gypsum adalah salah satu jenis bahan galian yang potensial di Indonesia, maka kita pun harus banyak mengetahui tentang mineral Gypsum itu sendiri, mulai dari kandungan, daerah penyebarannya bahkan pemanfaatannya.

Gypsum itu sendiri termasuk ke dalam mineral yang berbentuk kapur.Dimana kegunaan banyak sekali digunakan oleh seluruh orang di Indonesia serta di mancanegara.Mineral Gypsum merupakan mineral yang terbentuk padabatuan sedimaent.

Bumi Indonesia ini sendiri banyak sekali memiliki kandunagn Gypsum, mineral itu sendiri tersebar hampir di seluruh provinsi di Indonesia. Selain itu juga kita juga harus mengetahui bagaimana caranya memanfaatkan mineral yang sangat potensial ini. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Departemen Teknik Pertambangan ITB, ternyata Gypsum mengandung senyawa CaSO4.2H2O yang dapat dijadikan sebagai bahan dasar untuk menulis di blackboar. Selain itu juga, Gypsum juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan cat.

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah Kristalografi dan Mineralogi ini.

Pada kesempatan ini pula, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam menyusun laporan tetap ini :

1. Allah SWT yang memberikan nikmat iman dan Islam.

2. Orang tua yang selalu memberi doa dan semangat.

3. Ir. Djuariah Muhammad, Restu Juaniah, S.T., M.T., dan Ir. Hartini Iskandar sebagai dosen pengajar mata kuliah Kristalografi dan Mineralogi.

4. Feni selaku asisten praktikum kristalografi dan mineralogi.

Penulis juga menyadari banyaknya terdapat kesalahan dalam penulisan makalah ini. Oleh karena itu, Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun, agar selanjutnya penulis dapat membuat suatu tulisan yang lebih baik lagi dan bermanfaat bagi banyak kalangan. Mudah-mudahan makalah ini dapat berguna bagi kita semua terutama bagi penulis dalam melanjutkan proses pembelajaran mengenai kristalografi dan mineralogi ini.

Palembang, Mei 2009 Penulis

DAFTAR ISI

ABSTRAK.............................................................................................................. iii

KATA PENGANTAR................................................................................... ...... iv

DAFTAR GAMBAR............................................................................................. vi

BAB I... PENDAHULUAN .......................................................................... ...... I-1

.............. I.1. Latar Belakang.......................................................................... ….. I-1

.............. I.2. Maksud dan Tujuan................................................................. ….. I-2

.............. I.3. Batasan Masalah....................................................................... ….. I-2

.............. I.4. Metode Penulisan...................................................................... ….. I-2

BAB II.. TINJAUAN PUSTAKA................................................................. ...... II-1

.............. II.1. Mineral..................................................................................... ...... II-1

.............. II.2. Kristal....................................................................................... ...... II-8

BAB III............................................................................................................ PEMBAHASAN ..... III-1

.............. III.1. Sifat Fisik................................................................................ ..... III-1

.............. III.2. Sifat Kimia.............................................................................. ..... III-2

.............. III.3. Sistem Kristal.......................................................................... ..... III-2

.............. III.4. Manfaat dan Kegunaan......................................................... ..... III-3

.............. III.5. Tempat Terdapat................................................................... ..... III-3

BAB IV............................................................................................................ KESIMPULAN DAN SARAN ..... IV-1

.............. IV.1. Kesimpulan............................................................................. ..... IV-1

.............. IV.1. Saran....................................................................................... ..... IV-2

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar III.1. Sistem kristal mineral Gypsum....................................................... III-3

Gambar III.2. Mineral Gypsum.............................................................................. III-4

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Mineral adalah benda padat anorganik dan homogen yang terbentuk secara alamiah, mempunyai sifat-sifat fisik dan kimia tertentu, dan berunsur tunggal, misalnya Au, Cu, Ag, atau dalam bentuk persenyawaan misalnya NaCl.

Mineral dapat dikenali dengan mempelajari ciri khas dari mineral tersebut. Cara yang paling cepat untuk mengidentifikasi mineral ialah dengan mengamati bentuk luar mineral yang mencerminkan simetri kristal dan menguji beberap sifat fisis yang tergantung pada komposisi kimia dan struktur kristal. Dalam pengamatan bentuk luar mineral perlu dibedakan antara bentuk kristal (form) dan perawakan kristal (habit). Sifat fisis termasuk pula sifat optik, yang penting antara lain adalah berat jenis, kekerasan, belahan, pecahan, kepaduan (tenacity), magnetik, elektrostatis, radio-aktivitas, transparensi, warna, kilap, dan pendaran (luminescence). Selain itu, indera juga dapat membantu mengenali mineral.

Sifat permukaan mineral yang penting dalam bidang teknik antara lain sifat kebasahan relatif (wet-ability). Menurut sifat ini, mineral dibagi menjadi:

· Mineral lyophile, yaitu mineral-mineral yang mudah dibasahi air

· Mineral lyophobe, yaitu mineral-mineral yang sulit dibasahi air

Pada umumnya mineral-mineral dengan ikatan ion bersifat lyophile, sedangkan yang mempunyai ikatan logam atau ikatan kovalen bersifat lyophobe. Perbedaan sifat permukaan mineral digunakan dalam teknologi pengolahan bahan galian (mineral dressing), yang dikenal sebagai proses flotasi (flotation). Flotasi, terutam dipakai untuk memisahkan mineral-mineral sulfida yang umumnya bersifat lyophobe dari mineral-mineral gangue (kuarsa, kalsit) bersifat lyophile.

I.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan dari penulisan tugas ini adalah untuk menjelaskan atau memaparkan sifat-sifat fisik maupun kimia, dan sistem kristal mineral Gypsum serta memberikan informasi tentang pemanfaatannya.

I.3 Pembatasan Masalah

Makalah ini hanya akan membahas mineral Gypsum dari segi fisik, kandungan kimia, genesa, dan kegunaannya.

I.4 Metode Penulisan

Penulisan makalah ini berdasarkan dari teori-teori yang telah disampaikan oleh dosen-dosen mata kuliah Kristalografi dan Mineralogi, serta berdasarkan pengarahan dari Wustquo selaku Asisten Kelompok VII Praktikum Kristalografi dan Mineralogi.

BAB III

PEMBAHASAN

Untuk memahami lebih lanjut mengenai mineral Gypsum (CaSO4 . 2H2O), diantaranya dapat dilakukan dengan cara melakukan analisa terhadap mineral Gypsum dengan cara kimia dan mikroskopis, sehingga diperoleh data mengenai mineral Gypsum yang baik. Berikut ini beberapa ciri mineral Gypsum:

III.1. Sifat Fisik

Sifat fisik mineral Gypsum sangat beragam, bergantung pada bahan penyusunnya dan jenis agregasinya. Kekerasannya beragam, kebanyakan mineral Gypsum mempunyai kekerasan 1,5 – 2 skala Mohs. Bentuk yang seperti kaca sangat getas, mudah pecah. Pecahan yang berupa cangkang kerang (konkoidal), subkonkoidal sampai tak rata, dan gembur seperti tanah.

Berat jenis mineral limonit antara 2,2 – 2,1. Kilap seperti kaca sampai kusam seperti tanah. Warna dipengaruhi ukurasn partikel, proporsi, dan komponen pokok yang berbeda-beda serta tingkat hidrasi; umumnya coklat tua sampai hitam kecoklatan, bila seperti tanah berwarna coklat kusam, kuning kecoklatan; juga coklat kemerah-merahan sampai hitam kemerah-merahan dan coklat jingga. Warna tepung mineral (streak) coklat kekuning-kuningan sampai kemerah-merahan. Translusen atau semi gelap, serpihan yang tipis bersifat bening (transparent).

III.2. Sifat Kimia

Gypsum adalah istilah untuk bahan alami atau batuan yang merupakan campuran oksida besi terhidrat dan besi hidroksida. Namun limonit berasal dari leimn yang berarti padang rumput dan ciri khas keterdapatannya di rawa.

Penyelidikan dengan difraksi sinar-X dan metode lainnya telah membuktikan bahwa bahan alami yang digolongkan sebagai limonit sebenarnya bukan spesies mineral tertentu, melainkan campuran yang terdiri dari berbagai bahan amorf dan mineral kriptokristalin atau berhablur sangat halus, khususnya goethit dan hematit, dengan air kapiler atau yang terserap). Oleh karena itu, sekarang limonit digunakan sebagai istilah lapangan atau istilah generik untuk oksida besi hidrat alami yang identitasnya sebenarnya tidak diketahui tanpa pengujian yang teliti.

Bahan ini khas amorf seperti kaca dan bersifat isotop, memberikan sedikit garis difraksi sinar-X, dan kandungan air yang tak tentu dan beragam. Kebanyakan limonit merupakan massa gel yang mengeras dari oksida besi basa yang mengandung air, Fe(OH).nH2O seperti lepidokrosit (HfeO2).nH2O goethit, dan sedikit oksida besi yang mengandung air, Fe2O3.nH2O hematit.

III.3. Sistem Kristal

Gypsum terdapat dalam bentuk semu atau pseudomorf. Mineral limonit mempunyai sistem kristal Amorphous atau Cryptocrystaline.

Gambar III.1

Sistem kristal mineral limonit

III.4. Manfaat dan Kegunaan

Varietas limonit yang seperti tanah biasa yang sering digunakan sebagai bahan pewarna dan dalam pembuatan lempung cetakan (modelling clay) yang non-kaustik. Karena sering mengandung pengotor fosfor, limonit sedikit digunakan dalam industri besi dan baja modern.

III.5. Tempat Terdapat

Limonit merupakan material sekunder terbentuk melalui kondisi oksidasi pada suhu dan tekanan biasa. Terbentuk di tempat sebagai endapan residual oleh proses lateralisasi atau oksidasi langsung dari batuan yang mengandung mineral besi setelah karbonat dan silikanya terlarut.

Limonit merupakan unsur penting dari gosan atau tudung besi yaitu hasil pelapukan dari urat bijih dari mineral yang mengandung besi yang berada dekat permukaan. Sering bercampur dengan silika coloidal, lempung, oksida mangan, jarosit, posfat, dan asam humat.

Massa limonit yang cukup besar terbentuk dalam zona pasang surut dari rawa, danau, cekungan laut, sebagai hasil penggumpalan besi hidroksida yang disebabkan aktivitas bakteri atau elektrolitik. Kadang-kadang terdapat sebagai endapan mata air. Keterdapatan limonit selalu berhubungan erat dengan ghoetit, dan juga terdapat dengan bijih hematit dan mangan sekunder.

Limonit terdapat dalam endapan laterit di Kuba (distrik mayari dan moa), Indonesia (pulau sekubu), Venezuela, Brazil, Angola, Zaire, Kanada, dan India. Endapan sedimen oolitik di Alsace-Iorraine dan Luksemburg.

Limonit terdapat sebagai bentuk semu dari pyrit, siderit, dan juga ankerit, amfibol, biotit, kalkopyrit, hematit, magnetit, olivin, piroksen, pirhotit, sfalerit. Terdapat sebagai materi pembatuan kayu dan daun yang memfosil.

Gambar III.2

Mineral Limonit

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

IV.1 Kesimpulan

Untuk melakukan determinasi terhadap mineral, dapat dilakukan dengan cara mengamati sifat fisik, kimia, dan sistem kristal. Untuk mengamati warna suatu mineral, sebaiknya menggunakan cahaya yang berwarna putih.

Limonit merupakan material sekunder terbentuk sebagai kondisi oksidasi pada suhu dan tekanan biasa. Varietas limonit yang seperti tanah biasa disebut oker kuning, yang sering digunakan sebagai bahan pewarna dan dalam pembuatan lempung cetakan (modelling clay) yang non-kaustik. Karena mengandung pengotor fosfor, limonit sedikit digunakan dalam industri besi dan baja modern.

IV.2Saran

Untuk dapat mendeterminasikan mineral dengan baik, kita harus mengetahui empat kategori utama, yaitu: kimia kristal (komposisi dan susunan atom mineral), paragenesa mineral (asosiasi mineral dan keberadaannya di alam, atau pada sistem sintesis), pemerian atau deskripsi mineralogi (sifat-sifat fisik mineral dan cara mengidentifikasi), dan taksonomi mineralogi (klasifikasi, penamaan, dan sistematika mineral).

DAFTAR PUSTAKA

Ir. Chatib, Mustar. 1992. Ikhtisar Mineralogi dan Kristalografi. Fakultas Teknik Unsri: Palembang.

Ir. Setia Graha, Doddy. 1987. Batuan dan Mineral. Nova: Bandung.

Prof. Prodjosoemantro, Partanto dan Sumartono. 2000. Ensiklopedi Pertambangan Edisi 3. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral, Halaman 401-408.

Salibury Dana’s, Edward. 1984. A Text Book of Mineralogy. Jhon Willy and Sons, Inc: New York.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar