ASPEK
GEOLOGI DI DALAM PENYUSUNAN WILAYAH USAHA PERTAMBANGAN MINERAL LOGAM
Oleh:
Anggreadi Ridho Permana,Anggha Putra Putra, Yayat Irawan
Fakultas Teknik Universitas
Sriwijaya, Jurusan Teknik Pertambangan
Jl. Srijaya Negara, Bukit Besar, Palembang
Telp. 0711-370178 ; Fax :
0711-352870
Sumatera Selatan
ABSTRAK
Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara mengamanatkan
kepada pemerintah untuk menetapkan Wilayah Pertambangan (WP) sebagai bagian
dari Tata Ruang Nasional. Wilayah yang bisa diterbitkan perijinannya ditetapkan
oleh pemerintah terlebih dahulu berupa WUP untuk kemudian dilakukan pelelangan
kepada para pelaku usaha pertambangan dalam bentuk Wilayah Izin Usaha
Pertambangan (WIUP).
Beberapa
kriteria Wilayah Usaha Pertambangan (WUP) mineral logam yang berkaitan dengan
geologi sebagaimana ditetapkan didalam Peraturan Pemerintah nomor 22 Tahun 2010
tentang Wilayah Pertambangan adalah memiliki formasi batuan pembawa mineral
logam, memiliki singkapan geologi untuk mineral logam, memiliki potensi sumber
daya mineral dan memiliki satu atau lebih jenis mineral termasuk mineral
ikutannya. Penyusunan WUP tidak bisa dipisahkan dengan Wilayah Pencadangan
Negara (WPN) dimana memiliki kesamaan didalam kriteria-kriteria geologi.
Penerapan
konsep geologi dan keterdapatan mineral sangat diperlukan didalam penyusunan
WUP/WPN dimana disusun berdasar data yang sifatnya masih umum (regional) berupa
litologi, stratigrafi dan struktur geologi. Keterkaitan WIUP yang akan dilelang
dengan tahapan kegiatan eksplorasi tergantung dari tingkat penyelidikan didalam
penyediaan data tersebut.
Kata Kunci;WUP,WPN, geologi
1.
PENDAHULUAN
Kebijakan
pemerintah di dalam pengelolaan sumberdaya mineral saat ini mengacu kepada
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU
Minerba). UU Minerba tersebut mengamanatkan kepada pemerintah untuk menetapkan
Wilayah Pertambangan (WP) sebagai bagian dari Tata Ruang Nasional
. Wilayah Pertambangan terdiri dari Wilayah Usaha Pertambangan ( WUP ) ,
Wilayah Pencadangan Negara (WPN) dan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR). Di
dalam peraturan perundangundangan sebelumnya izin kegiatan eksplorasi
diterbitkan berdasar pengajuan lokasi oleh pemohon. Saat ini wilayah yang bisa
diterbitkan perizinannya ditetapkan oleh pemerintah terlebih dahulu berupa WUP
untuk kemudian dilakukan pelelangan kepada para pelaku usaha pertambangan dalam
bentuk Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) untuk komoditi mineral logam
dan/atau batubara. Sehingga pemerintah dituntut untuk menyediakan wilayah yang
layak ditawarkan kepada pelaku usaha pertambangan untuk dilakukan kegiatan
eksplorasi. Tulisan ini memuat pemahaman penulis mengenai peraturan yang ada
serta mencoba mengaplikasikan konsep konsep geologi dan mineralisasi didalam
penentuan WUP untuk komoditi mineral logam dengan tujuan memberikan masukan
didalam penyusunannya.
2.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Wilayah
Usaha Pertambangan
Didalam
UU Minerba disebutkan bahwa WUP merupakan bagian dari WP yang memiliki
ketersediaan data, potensi dan/atau informasi geologi. Satu WUP terdiri atas
satu atau beberapa (WIUP) yang berada pada lintas wilayah provinsi, lintas
wilayah kabupaten/kota, dan/atau dalam satu wilayah kabupaten/kota. Luas WIUP
mineral logam paling sedikit 5.000 hektar dan paling banyak 100.000 hektar.
Peraturan Pemerintah no 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiata n Usaha
Pertambangan Mineral dan Batubara menyebutkan bahwa sanya WIUP mineral logam
atau batubara dapat diperoleh dengan cara lelang. Sebagai dasar untuk
melaksanakan kegiatan eksplorasi maka didalam WIUP yang sudah dilakukan
pelelangan tersebut diterbitkan Ijin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi).
Mengacu
kepada Peraturan Pemerintah No 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan pasal
20, criteria didalam penyusunan WUP komoditi mineral logam adalah : memiliki
formasi batuan pembawa mineral logam termasuk wilayah lepas pantai berdasarkan
peta geologi, memiliki singkapan geologi untuk mineral logam, memiliki potensi
sumber daya mineral, memiliki satu atau lebih jenis mineral termasuk mineral
ikutannya, tidak tumpang tindih dengan WPR dan/atau WPN, merupakan wilayah yang
dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pertambangan secara bekelanjutan dan
merupakan kawasan peruntukan pertambangan sesuai dengan rencana tata ruang.
Penyusunan
WUP tidak bisa dipisahkan dengan WPN dimana memiliki kesamaan didalam
kriterianya sesuai PP. No 22 Tahun 2010 pasal 29 yaitu; memiliki formasi batuan
pembawa mineral logam termasuk wilayah lepas pantai berdasarkan peta geologi,
memiliki singkapan geologi untuk mineral logam berdasar data/peta geologi,
memiliki potensi/cadangan mineral logam ditambah kriteria untuk keperluan
Konservasi komoditas tambang, berada pada wilayah dan/atau pulau yang
berbatasan dengan negara lain, merupakan wilayah yang dilindungi; dan/atau
berada pada pulau kecil dengan luas maksimal 2.000 km sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang - undangan.
Sesuai
dengan PP No 22 tahun 2010 pasal 5, data yang dipergunakan didalam penyusunan
WUP/WPN merupakan data yang diinvetarisasi pemerintah hasil penyelidikan oleh
pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun perusahaan yang berupa data geologi
hasil evaluasi dari kegiatan pertambangan yang sedang berlangsung, telah
berakhir, dan/atau telah dikembalikan kepada menteri, gubernur, atau bupati/walikota
sesuai dengan kewenangannya.
2.2.Geologi
dan Keterdapatan Mineral Logam Di Indonesia
Busur
Kepulauan Indonesia yang terletak diantara dua Paparan Benua Asia dan Australia
sudah sejak lama menjadi perhatian para ahli geologi dan pertambangan. Hal yang
menarik dari keadaan geologi Indonesia yaitu terdapatnya zona jalur magmatik
berumur Permo-Karbon hingga Tersier yang menempati kepulauan Indonesia bagian
barat dan adanya jalur gunungapi serta palung-palung laut dalam yang membujur
dari bagian barat Sumatera, bagian selatan Jawa, Nusa Tenggara, Maluku,
Sulawesi dan berlanjut ke Filipina. Secara regional Indonesia terletak pada
daerah tumbukan tiga lempeng besar , yakni Lempeng Benua Eurasia, Lempeng Benua
India-Australia dan Lempeng Samudra Pasifik yang mengakibatkan kondisi struktur
geologi yang kompleks dan kandungan variasi energi dan mineral seperti : minyak
dan gas bumi, batubara, gambut, panas bumi, tembaga, emas, nikel, timah serta
mineral mineral lainnya.
Cebakan
mineral logam di Indonesia yang meliputi emas, perak, tembaga, seng, timbal,
timah, besi, nikel, mangan, aluminium, dll., terletak pada jalur magmatic
pembawa mineralisasi seperti Jalur Sunda- Banda, Jalur Kalimantan-Tengah, Jalur
Sulawesi Timur-Mindanau, Jalur Halmahera dan Jalur Irian Jaya Tengah (Gambar 1
). Secara keseluruhan terdapat 15 jalur magmatik yang terbentuk di sepanjang
kepulauan Indonesia dengan panjang mencapai lebih dari 15.000 km (Carlile dan
Mitchell, 1994).
Selain
membentuk jalur magmatik proses tektonik memunculkan batuan kerak samudera
berkomposisi ultrabasa di beberapa tempat di bagian timur Indonesia. Jalur
magmatik pembawa mineralisasi logam tersebut secara geologi dibentuk oleh aneka
ragam batuan yang terdiri dari umumnya batuan gunungapi, terobosan batuan beku,
batuan sedimen dan sebagian kecil batuan ofiolit. Keragaman komoditi dan tipe
mineralisasi logam dipengaruhi formasi atau jenis batuan baik batuan pembawa
maupun batuan samping. Guilbert & Park (1986) membuat klasifikasi
keterdapatan jenis mineralisasi berdasarkan asosiasi batuannya yang diantaranya
meliputi batuan beku, batuan vulkanik, batuan sedimen, kerak benua dan batuan
metamorf.

Gambar 1
Peta jalur mineralisasi dan
lokasi mineral logam (Modifikasi)
Carlile,J.C and Mitchell, A.H.G.
1994)
3. Hasil
Dan Pembahasan
3.1.Hasil
Dari
permasalahan yang terjadi pada aspek geologi di dalam penyusunan wilayah izin
usaha pertambangan mineral logam maka ada undang-undang yang berwenang didalam
aspek ini. Untuk memberikan suatu wilayah izin usaha pertambangan diperlukan landasan
hukum dan undang-undang yang berlaku. Jadi undang-undang yang akan diterakan di
dalam masalah ini adalah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan
Mineral dan Batubara mengamanatkan kepada pemerintah untuk menetapkan Wilayah
Pertambangan (WP) sebagai bagian dari Tata Ruang Nasional. Dari undang-undang
Nomor 4 Tahun 2009 dikeluarkan juga Peraturan Pemerintah no 23 Tahun 2010
Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
menyebutkan bahwa sanya WIUP mineral logam atau batubara dapat diperoleh dengan
cara lelang.
Tabel
1
Hubungan
Tahapan Eksplorasi, WIUP, dan Ketersediaan Data

Akan
tetapi mengacu kepada Peraturan Pemerintah No 22 Tahun 2010 tentang Wilayah
Pertambangan pasal 20, yakni kriteria didalam penyusunan WUP komoditi mineral
logam adalah: memiliki formasi batuan pembawa mineral logam termasuk wilayah
lepas pantai berdasarkan peta geologi, memiliki singkapan geologi untuk mineral
logam, memiliki potensi sumber daya mineral, memiliki satu atau lebih jenis
mineral termasuk mineral ikutannya, tidak tumpang tindih dengan WPR dan/atau
WPN, merupakan wilayah yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pertambangan
secara bekelanjutan dan merupakan kawasan peruntukan pertambangan sesuai dengan
rencana tata ruang.
Penyusunan
WUP tidak bisa dipisahkan dengan WPN dimana memiliki kesamaan didalam
kriterianya sesuai PP. No 22 Tahun 2010 pasal 29 yaitu; memiliki formasi batuan
pembawa mineral logam termasuk wilayah lepas pantai berdasarkan peta geologi,
memiliki singkapan geologi untuk mineral logam berdasar data/peta geologi,
memiliki potensi/cadangan mineral logam ditambah kriteria untuk keperluan
Konservasi komoditas tambang, berada pada wilayah dan/atau pulau yang
berbatasan dengan negara lain, merupakan wilayah yang dilindungi; dan/atau
berada pada pulau kecil dengan luas maksimal 2.000 km sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang - undangan.
Sesuai
dengan PP No 22 tahun 2010 pasal 5, data yang dipergunakan didalam penyusunan
WUP/WPN merupakan data yang diinvetarisasi pemerintah hasil penyelidikan oleh
pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun perusahaan yang berupa data geologi
hasil evaluasi dari kegiatan pertambangan yang sedang berlangsung, telah
berakhir, dan/atau telah dikembalikan kepada menteri, gubernur, atau bupati/walikota
sesuai dengan kewenangannya.
3.2.Pembahasan
Peran
geologi didalam penyusunan WUP/WPN adalah menerapkan konsep pembentukan dan
pengendapan mineral dengan data-data geologi yang merupakan kriteria WUP. Data
yang dipakai berupa Peta Geologi lembar Sindangbarang dan Bandarwaru skala 1 :
250.000 (M. Koesmono, Kusnama & N. Suwarna, 1996) terbitan Pusat
Penelitian dan Pengembangan Geologi yang
merupakan data geologi regional bersistem ditunjang dengan data keterdapatan
mineral logam baik indikasi maupun sumberdaya. Berdasarkan beberapa kriteria
geologi meliputi stratigrafi, litologi dan struktur geologi dapat dideliniasi
WUP/WPN.
3.2.1.
Perangkap Statigrafi
Jika
mineral logam diketahui terbentuk didalam litologi tertentu atau dengan kata
lain pada horizon stratigrafi, maka langkah pertama untuk menentukan lokasi
prospek adalah menentukan indikasi permukaan dan memperluas pada horizon yang
sama. Contoh endapan mineral yang dipengaruhi kondisi stratigrafi adalah pasir
besi (Gambar 2) dan endapan-endapan tipe placer lainnya. Endapan pantai di
selatan Jawa Barat terindikasi memiliki kandungan pasir besi pada beberapa
lokasi.
Endapan
tersebut merupakan akumulasi hasil transport oleh sungai-sungai yang membawa
rombakan material-material mengandung bijih besi dari batuan-batuan gunungapi
di bagian utara baik Formasi Jampang maupun endapan piroklastika tak
terpisahkan yang memiliki komposisi andesitik. Penyebaran endapan pantai
tersebut atas dasar kesamaan stratigrafi dan indikasi keterdapatan pasir besi
diusulkan sebagai blok WUP.

Gambar 2
WUP pasir besi didukung kriteria
stratigrafi (Geologi modifikasi dari Koesmono, 1996)

Gambar 3
WUP dan WPN nikel ditentukan oleh
litologi ultrabasa (Geologi modifikasi dari
Simanjuntak dkk, 1993)
3.2.2.
Litologi
Jenis
litologi yang bisa langsung diusulkan untuk WUP/WPN salah satunya adalah batuan
ultrabasa (Gambar 3). Endapan mineral yang pada batuan ultrabasa adalah nikel
dengan mineral mineral penyerta berupa kobalt, kromit dan besi. Hal ini terjadi
karena ada proses pelapukan pada batuan ultrabasa. Pelapukan akan memencarkan
satu atau beberapa unsur sehingga terjadi pengayaan unsur-unsur tersebut
(Guilbert & Park, 1986).
Endapan
ini dikenal sebagai nikel laterit. Usulan blok WUP dideliniasi pada daerah yang
berimpit dengan hutan lindung, sedangkan WPN yang berimpit dengan kawasan
konservasi. Beberapa contoh jenis litologi lain (Gambar 5) yang memiliki sifat
akomodatif terhadap proses mineralisasi selain batuan ultrabasa di daerah
Sulawesi bagian selatan adalah batuan gunungapi, batuan terobosan
intermediet-asam dan batuan terobosan basa. Cebakan tipe epitermal dan cebakan
tipe kuroko dapat terbentuk pada batuan gunung api, cebakan logam dasar tipe
porfiri pada batuan intrusi intermediet-asam dan cebakan kromit-platinum pada
intrusi batuan ultrabasa (Guilbert&Park, 1986).
3.2.3.
Struktur Geologi
Struktur
geologi merupakan factor pengontrol didalam proses mineralisasi logam. Beberapa
cebakan mineral terbentuk pada daerah yang diterobos oleh batuan intrusi.
Struktur yang terbentuk sebelum mineralisasi merupakan struktur terpenting
karena berfungsi sebagai saluran larutan bijih dan bisa terbentuk mineral.
Sedangkan struktur yang terbentuk setelah mineralisasi akan merubah geometri
mineral bijih.
Kombinasi
antara stratigrafi, litologi dan struktur geologi menjadi faktor penting
didalam pembentukan mineralisasi. Sedangkan daerah prospek ditentukan oleh
adanya batuan samping yang memiliki komposisi material gunungapi dengan
struktur geologi berupa sesar yang relative intensif dan diterobos oleh batuan
beku sebagai pembawa larutan hidrotermal.
Kondisi
daerah seperti ini memiliki peluang akan terbentuknya cebakan logam primer.
Sehingga daerah tersebut dimasukkan kedalam WUP, sementara yang didalam.

Gambar 4
Kelompok batuan di Sulawesi
bagian selatan sebagai pembawa mineral logam (Modifikasi dari berbagai peta
geologi daerah Sulawesi bagian selatan terbitan Pusat Penelitian
dan Pengembangan Geologi).

Gambar 5
Tampilan peta WUP dan WPN mineral
logam yang dikontrol oleh faktor stratigrafi, litologi dan struktur geologi.
(Geologi modifikasi
dari Affendi & Apandi, 1993)
4.
KESIMPULAN
WUP
dan WPN disusun berdasar kriteria teknis yang sama, dimana WPN bisa ditetapkan
untuk kepentingan strategis nasional sebagai daerah yang dicadangkan untuk
komoditas tertentu dan daerah konservasi untuk menjaga keseimbangan ekosistem
dan lingkungan. Data yang dipergunakan merupakan hasil inventarisasi oleh
pemerintah terhadap hasil-hasil penelitian oleh pemerintah pusat, pemerintah
daerah dan perusahaan.
Aplikasi
geologi berupa Penerapan konsep geologi dan keterdapatan mineral sangat
diperlukan didalam penyusunan WUP/WPN dimana disusun berdasar data yang
sifatnya masih umum (regional) maupun data-data detail hasil kegiatan
eksplorasi baik oleh pemerintah maupun perusahaan.
Keterkaitan
WIUP yang ditawarkan untuk dilelang dengan tahapan kegiatan eksplorasi
tergantung dari tingkat penyelidikan didalam penyediaan data tersebut. WIUP
yang sudah ditetapkan dan dilelang menjadi tugas pemegang IUP untuk
menindaklanjuti dengan kegiatan eksplorasi
selanjutnya.
DAFTAR
PUSTAKA
1. Ernowo dan Bambang Pardiarto.
2011. “Aspek Geologi Di Dalam Penyusunan Wilayah Usaha Pertambangan Mineral
Logam”. Jurnal Buletin Sumber Daya Geologi Volume 6 Nomor 2 tahun 2011.
2. http://www.google.co.id//jurnal_penambangan_batubara_mengacu_uu_no.4_tahun_2009.
3. http://www.bgl.esdm.go.id//publication_Findex.php_Farticle_download_uu_no.4_tahun_2009.